Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)
1. Latar Belakang Teori Pembelajaran Sosial
Sebuah teori dalam
bidang psikologis yang berguna dalam mengkaji dampak media massa adalah Teori
Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory). Teori ini dipopulerkan oleh
Albert Bandura dan dibantu oleh Richard Walter. Namun, pembelajaran sosial ini
pernah diteliti oleh dua orang psikolog, yaitu: Neil Miller dan John Dollard
pada tahun 1941.
Albert Bandura lahir
pada 4 Desember 1925 di sebuah kota kecil Mundare sebelah utara Alberta,
Kanada. Dia menimba ilmu pada sebuah sekolah dasar kecil, yang menjadi satu
dengan sekolah menengah, dengan sumber daya yang minimal sehingga angka
kesuksesan belum tinggi. Setelah tamat sekolah menengah, dia bekerja pada
sebuah lubang pengisian panas pada Alaska Highway di Yukon. Dia mendapat gelar
Sarjana Psikologi dari University of British Columbia pada 1949. Kemuudian, ia
melanjutkan studi di University of Iowa dan dianugrahi gelar Ph.D pada tahun
1952. Kini ia menjadi profesor psikologi di Stanford University.
![]() |
Albert Bandura |
Richard Walter berasal
dari Wales. Dia menimba ilmu di Inggris pada Bristol dan Oxford. Sejak 1949
hingga 1953, ia menjadi dosen filsafat di Aucland University College, New
Zealand. Ketertarikannya pada psikologi membuatnya melanjutkan studi di
Stanford University dan mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1957 serta menjadi
anak didik dari Albert Bandura. Pada tahun 1963, ia mendapat gelar profesor
psikologi dari Universitas Waterloo. Sayangnya, pada tahun 1968 Walter meniggal
secara tragis.
Dalam laporan hasil
percobaan Miller dan Dollard, mereka mengatakan bahwa peniruan (imitation)
di antara manusia tidak disebabkan oleh unsur instink atau program biologis.
Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita belajar (learn)
meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu
proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut
oleh Miller dan Dollard dinamakan "social learning “(pembelajaran
social). Perilaku peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita
merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku orang lain, dan
memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar
mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka "para
individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman
ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika
tidak melakukannya.", demikian saran yang dikemukakan oleh Miller dan
Dollard.
Dalam penelitiannya,
Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat belajar meniru atau tidak
meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa permen. Dalam
percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat membedakan
orang-orang yang akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka
akan ditirunya, jika perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan
terpelajari (learned), hasil belajar ini kadang berlaku umum untuk
rangsangan yang sama. Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru
orang-orang yang mirip dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi,
kita mempelajari banyak perilaku "baru" melalui pengulangan perilaku
orang lain yang kita lihat. Kita contoh perilaku orang-orang lain tertentu,
karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan tersebut dari orang-orang lain
tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan orang-orang lain tertentu
tadi, di masa lampau.
Dua puluh tahun
berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963), mengusulkan satu
perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui peniruan.
Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melalui peniruan,
bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima.
Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku
model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar
semacam ini disebut "observational learning" - pembelajaran
melalui pengamatan. Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan
bahwa ternyata anak-anak bisa mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati
perilaku agresif sesosok model, misalnya melalui film atau bahkan film karton.
Bandura (1971),
kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial sebaiknya diperbaiki lebih
jauh lagi. Dia mengatakan bahwa teori pembelajaran sosial yang benar-benar
melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu mengabaikan pertimbangan proses
mental, perlu dipikirkan ulang.
2. Asumsi Dasar Teori Pembelajaran Sosial
Adapun asumsi dasar
teori pembelajaran sosial adalah sebagai berikut:
1. tingkat tertinggi
dari pembelajaran hasil pengamatan dicapai dengan mengatur dan berlatih
memperagakan perilaku secara simbolis kemudian memerankannya secara terbuka.
Peniruan perilaku termasuk kata, label atau kesan pada ingatan yang lebih baik
dari sekadar mengamati.
2. individu kemungkinan
besar mengadopsi perilaku model jika model tersebut serupa dengan si pengamat
dan memiliki kekaguman padanya dan perilaku memiliki fungsi nilai.
3. individu kemungkinan
besar mengadosi perilaku orang lain jika berkesudahan dengan penghargaan
padanya.
3. Pembahasan Teori Pembelajaran Sosial
Teori belajar secara
tradisional menyatakan bahwa belajar terjadi dengan cara menunjukkan tanggapan (response)
dan mengalami efek-efek yang timbul .Penentu utama dalam belajar adalah
peneguhan (reinforcement), di mana tanggapan akan diulangi menjadi pelajaran
jika organisme mendapat hukuman (reward). Tanggapan tidak akan diulangi kalau
organisme mendapat hukuman (punishment) atau bila tanggapan tidak memimpinnya
ke tujuan yang dikehendaki. Jadi, perilaku diatur secara eksternal oleh kondisi
stimulus yang ditimbulkan leh kondisi-kondisi peneguhan.
Bandura berpendapat
bahwa lingkungan mempengaruhi perilaku dan sebaliknya, perilaku juga
mempengaruhi lingkungan. Dia menamakan konsepnya ini reciprocal determinism
(aturan timbal balik) yang maksudnya lingkungan dan perilaku seseorang saling
mempengaruhi satu sama lain.
Kemudian lebih lanjut
ia memulai untuk melihat kepribadian sebagai sebuah interaksi di antara tiga
komponen, yaitu: lingkungan, perilaku, dan porses psikologis seseorang. Proses
psikologis tersebut maksudnya terdiri dari kemampuan kita untuk memiliki
gambaran dalam pikiran kita dan bahasa.
Menurut versi Bandura,
maka teori pembelajaran sosial menekankan pada:
(1) observational
learning (pembelajaran dari hasil pengamatan) atau modeling,
(2) self-regulation
(regulasi diri),
(3) self-efficacy
(efikasi diri),
(4) self-determinism
(determinasi diri),
(5) vicarious
reinforcement.
Observational Learning (pembelajaran dari hasil pengamatan atau modeling)
Berdasarkan teori
pembelajaran sosial, pengaruh peniruan menghasilkan pembelajaran melalui fungsi
informatif. Selama mengamati, pengamat umumnya mendapatkan representasi
simbolis dari aktivitas-aktivitas model yang melayani sebagai pemandu untuk
penampilan yang tepat.
Ada beberapa langkah
yang diperlukan dalam proses modeling:
1. Attention processes
Ketika kita sedang
ingin mempelajari sesuatu, kita harus memperhatikannya. Demikian juga sesuatu
yang mengurangi perhatian, maka akan mengurangi pembelajaran, termasuk
pembelajaran dari hasil pengamatan. Sebagai contoh, jika kita mengantuk, grogi,
kecanduan, sakit, gugup atau “berlebihan”, kita tidak dapat belajar dengan
baik. Demikian pula bila pikiran kita dikacaukan oleh rangsangan persaingan.
Sesuatu yang
mempenaruhi perhatian adalaha karakteristik model. Kita akan lebih
memperhatikan ika modelnya colorful, dramatis, atraktif, atau berwibawa
atau terlihat sangat kompeten. Dan kita juga akan lebih memperhatikan jika
model tersebut terlihat sama dengan diri kita. Inilah jenis-jenis variabel yang
ditujukan langsung oleh Bandura ke arah pengujian televisi dan dampaknya pada
anak-anak.
2. Retention processes (ingatan/penyimpanan)
Tahap yang kedua, kita
harus mampu menyimpan (mengingat) apa uang harus diperhatikan. Ini merupakan
awal di mana perumpamaan dan bahasa berasal: kita menyimpan apa yang kita lihat
pada yang dilakukan model dalam bentuk penggambaran mental atau deskripsi
verbal. Ketika benar-benar disimpan, kemudian kita dapat “membawa” kesan atau
deskripsi itu, kita dapat menirunya dengan tingkah laku kita sendiri.
3. Motor reproduction processes
Dalam hal ini, kita
hanya duduk dalam angan-angan atau lamunan. Kita harus menerjemahkan atau
mewujudkan kesan/deskripsi ke dalam tingkah laku yang sebenarnya. Jadi, kita
harus memiliki kemampuan mereproduksi tingkah laku sebagai urutan terpenting.
Sebagai contoh, kita biasa melihat orang bermain sepak bola, belum tentu kita
tidak bisa menendang bola dengan keras menuju gawang apabila kita tidak bisa
bermain sepak bola dengan baik. Namun, kita bisa bermain sepak bola, dalam
dunia nyata kemampuan kita akan meningkat apabila menonton pemain sepak bola
yang bermain lebih baik dari kita.
Hal penting lainnya
dari reproduksi yaitu kemampuan kita untuk meniru akan bertambah baik dengan
latihan pada hal-hal menyangkut tingkah laku. Tak hanya itu, kemampuan kita
akan bertambah baik ketika kita membayangkan penampilan diri kita.
4. Motivational processes
Teori pembelajaran
sosial membedakan antara kemahiran dan penampilan karena orang-orang tidak akan
melakukan apapun jika tidak termotivasi untuk meniru.
Jenis-jenis motivasi
menurut Bandura:
a. past reinforcement: menurut tingkah laku
tradisional
b. promised reinforcement: dorongan-dorongan
yang dapat kita bayangkan
c. vicarious reinforcement: melihat dan
menghubungkan kembali model untuk diperkuat.
d. past punishment: hukuman yang telah berlalu
e. promised punishment: hukuman yang akan
tiba (ancaman)
f. vicarious punishment: hukuman yang
seolah-olah dialami oleh diri sendiri
Ulasan di atas (poin a,
b, c) secara tradisional dipertimbangkan menjadi suatu “penyebab” pembelajaran.
Bandura mengatakan bahwa mereka tidak banyak menjadi penyebab pembelajaran
seperti menyebabkan kita untuk menunjukkan apa yang sudah kita pelajari. Jadi,
ia melihat mereka sebagai motivasi. Motivasi negatif ternyata ada baiknya juga
dan memberikan kita alasan untuk tidak meniru seseorang (poin d, e, f). Seperti
pada kebanyakan behavioris tradisional, Bandura mengatakan bahwa hukuman dalam
bentuk apapun tidak akan bekerja dengan baik sebagai penguatan dan faktanya
memiliki kecenderungan “sudah terbaca sebelumnya” oleh kita.
Self-regulation (regulasi diri)
Pengaturan diri –
mengontrol tingkah laku kita sendiri – dalam kata lain “pekerja keras” pada kepribadian
manusia. Bandura menyatakan tiga langkah, yaitu:
a. self-observation (observasi diri)
kita melihat diri kita
sendiri, tingkah laku kita dan menjaga etiket itu.
b. judgment (penilaian)
kita membandingkan apa
yang kita lihat dengan sebuah standar. Sebagai contoh, kita dapat membayangkan
penapilan kita dengan standar tradasional, seperti “aturan tatacara” atau kita
dapat menciptakan aturan yang lebih mengikat, seperti “saya akan membaca buku
seminggu sekali”. Atau kiat dapat bersaing dengan orang lain atau dengan diri
kita sendiri.
c. self-response (respon diri)
jika kita mengerjakan
sesuatu dengan baik dalam perbandingan dengan sebuah standar, kita memberikan
diri kita sendiri penghargaan atau apresiasi sebagai respon diri. Kalau kita
mengerjakan sesuatu yang buruk, kita memberikan hukuman untuk diri kita sendiri
sebgai respon diri. Respon diri berkisar dari nyata (mendorong lebih pada
tindakan langsung) dan lebih tersembunyi (merasa malu atau bangga).
Konsep yang sangat
penting dari psikologi yang dapat dimengerti dengan regulasi adalah self-concept
(konsep diri, lebih dikenal sebagai self esteem -penghargaan diri-).
Jika kita sudah cukup lama hidup (telah dewasa), kita akan menemukan standar
hidup kita sendiri dan kehidupan yang memiliki self-praise dan self-reward
akan mempunyai sebuah self-concept yang baik (self-esteem yang
tinggi). Begitupun sebaliknya, kalau kita gagal menemukan standar hidup kita
sendiri dan sering menghukum diri sendiri, kita akan memiliki self-concept
yang buruk (self-esteem rendah).
Behavioris umumnya
memandang reinforcement penguatan adalah efektif dan punishment
(hukuman) penuh dengan masalah. Tiga akibat dari self-punishment yang
berlebihan menurut Bandura, yaitu:
a. kompensasi: kompleks
yang superior, contohnya khayalan tentang kemewahan,
b. ketidakaktifan: apatis,
depresi, dan kebosanan,
c. pelarian (escape):
narkoba, alkohol, fantasi televisi, atau mungkin bunuh diri.
Bandura mengemukakan
tiga langkah self-regulation terhadap penderita self-esteem yang
buruk, yaitu:
a. regarding self-observation: observasi mengenai
diri. Tahu siapa diri mereka. Tahu gambaran yang tepat tentang perilaku kita,
b. regarding standards: yakinkan diri standar
kita tidak terlalu tinggi, jangan sampai diri kita gagal. Tetapi kalau standar
kita terlalu rendah, tentu tidak berarti pula,
c. regarding self-response: gunakanlah
penghargaan (self-reward) bukan self-punishment serta rayakanlah
kemenenganmu, jangan larut pada kegagalan.
Self-efficacy (Efikasi diri)
Efikasi diri merupakan
persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam
situasi tertentu. Efikasi diri juga merupakan perasaan optimis mengenai diri
kita yang berkemampuan dan efektif. Secara singkat, efikasi diri adalah sejauh
mana kita mampu mencapai sesuatu. Efikasi diri tumbuh dari
keberhasilan-keberhasilan yang pernah dilakukan.
Reciprocal Determinism (Faktor-faktor Hubungan Timbal Balik)
Dari perspektif
pembelajaran sosial, fungsi psikologi adalah lanjutan interaksi timbal balik
antara kepribadian, tingkah laku, dan lingungan sebagai pengatur.
a. Interdependence of personal and environmental influence (ketergantungan antara pribadi dan lingkungan)
Seperti kita ketahui,
faktor pribadi internal dan tingkah laku juga menjalankan sebgai faktor-faktor
hubungan timbal balik dari yang lainnya. Salah satu contohnya adalah ekspektasi
seseorang berpengaruh pada bagaimana dia berperilaku dan hasilnya akan merubah
ekspektasinya. Kelemahan utama dari perumusan tradisional adalah mereka menghilangkan
penempatan perilaku dan lingkungan sebagai kesatuan yang terpisah. Pada
kebanyakan bagian, lingkungan hanya sebuah kemampuan hingga perwujudan dengan
aksi yang tepat.
b. Reciprocal influence and the exercise of self-direction
Diskusi proses sebab
akibat melahirkan masalah pokok determinisme dan kebebasan individu. Dalam
kerangka pembelajaran sosial, kebebasan didefinisikan sebagai hubungan dari
sejumlah pilihan yang tersedia pada manusia dan penggunaan yang tepat baginya.
Dari perilaku alternatif dan hak istimewa yang dimiliki seseorang, yang
terbesar adalah kebebasannya beraksi.
c. Reciprocal influence and the limits of social control (pengaruh timbal balik dan terbatasnya kontrol sosial)
Operasi dari pengaruh
timbal balik menekankan pada perhatian publik untuk memajukan pengetahuan
psikologis akan meningkatkan pada perhitungan manipulasi dan kontrol
orang-orang. Reaksi yang umum pada ketakutan adalah semua perilaku itu tidak
dapat diacuhkan untuk dikontrol. Ketika orang-orang memberitahukan tentang
bagaimana perilaku dapat dikontrol, ia cenderung untuk menolak pengaruhnya,
dengan begitu membuat manipulasi semakin sulit.
Vicarious Reinforcement
Vicarious reinforcement
menandai ketika pengamat meningkatkan perilaku terhadap sesuatu yang pernah ia
lihat dari orang lain. Akibat positif pengamatan paling utama mungkin untuk
membantu pengembangan adopsi perilaku yang mana memiliki aspek yang kurang baik
dan oleh karena itu membutuhkan dorongan jika mereka ingin melakukannya. Ketika
orang lain mengajak untuk berpartisipasi pada aktivitas yang menyenangkan,
biasanya terhalang oleh larangan sosial.
4. Aplikasi Teori Pembelajaran Sosial
Teori pembelajaran
sosial telah diterapkan secara ekstensif untuk pemahaman agresi dan gangguan
psikologis, terutama pada konteks perubahan perilaku. Teori ini juga dasar
teoritis untuk teknik peniruan perilaku yang digunakan pada program pelatihan
secara luas. Contoh pembelajaran sosial yang umum adalah pada televisi
komersial.
Teori ini diaplikasikan
pada perilaku konsumen Teori ini menyatakan bahwa terjadi banyak pembleajaran
melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Teori ini juga sangat berguna
untuk menganalisis kemungkinan dampak kekerasan yang ditayangkan televisi.
Sumber:
Ardianto, Elvinaro.,
dkk. 2007. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi Revisi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media
Baldwin, John R. 2004. Communication Theories: for Everyday Life.
USA: Pearson Education. Inc
Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice-Hall. Inc.
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hall, Calvin S. dan Gardner Lindzey. 1970. Theories of Personality, Second
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc
NN. 2006. Psikologi Sosial: The Mental. Diktat. Jatinangor:
Universitas Padjadjaran Fakultas Psikologi.
Severin, Werner J. dan James W. Tankard, Jr. 2007. Teori Komunikasi:
Sejarah, Metode, dan Terapan Di Dalam Media Edisi Ke-5. Penerjemah Sugeng
Hariyanto. Jakarta: Kencana
Demikianlah Artikel Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)
Sekian artikel Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dengan alamat link https://www.dunia-mulyadi.com/2015/04/teori-pembelajaran-sosial-social.html
0 Response to "Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)"
Post a Comment
Terimakasih atas Kunjungannya serta Komentarnya.....Jangan Lupa Like and Sharenya Thanks......