Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses
mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari
dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat
dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang
baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak
hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan
aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru
dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa
menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat
pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis
dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar
menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik
membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan
merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka
berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik
diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan
untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang
ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga
diperoleh konstruksi yang baru.
Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar
yang dikaji dan dikembangkan oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
1.1 Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989:
159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran
guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator
atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang
lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan
bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan
asimilasi dan akomodasi sesuai denganskemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah
sebagai berikut:
a) Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi
dengan lingkungan disebut dengan skemata.
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian
dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya,
anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih.
Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing
berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah
dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan
binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang
dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi danakomodasi.
b) Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau
pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses
kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru
dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi
tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan
skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
c) Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi
tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
d) Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi
sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses
asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
1.2 Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan
pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila
ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan
bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang
diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif anak
mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan
sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua
implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama,
dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar
kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat
berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi
pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal
masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran
menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding,
semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya
sendiri.
a. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat
mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan
sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut.
Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas
belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai
kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar
menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut
masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985), yaitu
tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky,
pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan
terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka
selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.
2.2 Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam
pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (1) tujuan
pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau
anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui
belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
(3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan
teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan pada diri peserta didik.
Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis
hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu: a) menyediakan pengalaman belajar
yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi pengetahuan; b)
pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata; c)
pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai; d)
memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran; e) pembelajaran
dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik; f)
pembelajaran menggunakan barbagia sarana; g) melibatkan peringkat emosional
peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta didik (Knuth &
Cunningham,1996).
Demikianlah Artikel Materi Teori Belajar Konstruktivisme
Sekian artikel Materi Teori Belajar Konstruktivisme kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Materi Teori Belajar Konstruktivisme dengan alamat link https://www.dunia-mulyadi.com/2015/04/materi-teori-belajar-konstruktivisme.html
0 Response to "Materi Teori Belajar Konstruktivisme"
Post a Comment
Terimakasih atas Kunjungannya serta Komentarnya.....Jangan Lupa Like and Sharenya Thanks......